Wednesday, March 30, 2011

Kopi Sigarar Utang Komoditi Andalan dari Sumatera Utara


OLEH : TIODOR S. SITUMORANG, SSi

BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBP2TP) M E D A N 2 0 1 0

KOPI SIGARAR UTANG KOMODITI ANDALAN
DARI SUMATERA UTARA

Kopi arabika Sigarar utang termasuk kopi berperawakan semi katai yang tersebar luas pada beberapa kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera Utara seperti di Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, secara ekonomi membawa dampak positif bagi petani. 

Menurut pengakuan petani setempat, kopi tersebut pertama kali dijumpai pada tahun 1988 di dusun Batu Gajah, Desa Paranginan Utara , Kecamatan Lintongnihuta di kebun kopi milik Oppung Sopan. Pada awalnya berjumlah belasan pohon, tetapi saat ini tinggal 3 (tiga) pohon yang hidup terdiri dari dua tipe berbeda. Identifikasi terhadap morfologi keturunan segregasinya, diduga salah satu tetuanya adalah jenis Typica BLP, sedangkan sifat ruasnya yang pendek dan katai berasal dari Catimor. 

Tanaman kopi Sigarar utang mempunyai perawakan semi katai, ruas cabang pendek, tajuk rimbun menutup seluruh permukaan pohon sehingga batang pokok tidak tampak dari luar. Sifat percabangan sekunder sangat aktif bahkan cabang primer di atas permukaan tanah membentuk kipas berjuntai menyentuh tanah. Daun tua berwarna hijau tua, daun muda (flush) berwarna coklat kemerahan. Apabila ditanam tanpa naungan tepi daun bergelombang dan helaian daun mengatup ke atas, jika dilihat sepintas bentuk daun panjang meruncing dan tepi daun bergelombang. Buah muda berwarna hijau sedangkan buah masak berwarna merah cerah, bentuk buah bulat memanjang berukuran besar dan 100 buah masak (merah ) rata – rata 196 gr. Potensi Produksi berkisar antara 800 – 2300 kg biji/ha. Kopi varietas Sigarar utang bersifat agak rentan terhadap penyakit karat daun, terutama jika ditanam pada ketinggian kurang dari 1000 mdpl, juga rentan terhadap nematoda parasit.

Untuk mengetahui daya hasil kopi Sigarar utang dapat diamati dengan cara mengamati komponen pendukungnya pada setiap pohon contoh yang telah ditentukan dan dinyatakan dengan Nilai Buah. Setiap pohon contoh diamati komponen daya hasilnya, yaitu : jumlah cabang primer produktif per pohon, rerata jumlah ruas produktif dari tiga cabang primer, rerata jumlah buah untuk setiap ruas dari tiga cabang primer dan berat 100 buah masak.
Berdasarkan komponen daya hasil tersebut kemudian dihitung besarnya nilai buah per pohon serta dihitung besarnya nilai buah rata-rata untuk kebun contoh yang diamati.

Pola budidaya kopi arabika tanpa pohon penaung juga akan memacu meningkatnya serangan penyakit karat daun. Pengamatan terhadap karat daun dilakukan dengan cara mengukur tipe reaksi (reaction type), kerapatan bercak (lesion density) dan indeks gugur daun pada setiap pohon contoh yang telah ditentukan. 

           Pengamatan mutu fisik biji kopi dilakukan pada saat musim buah bersamaan dengan pengamatan daya hasil. Kriteria suatu varietas kopi arabika dinilai memiliki mutu fisik biji baik apabila rendemen lebih dari 17 % dan persentase biji normal lebih dari 70 %. Secara umum kopi varietas Sigarar utang termasuk dalam kriteria mutu fisik biji baik bila dibanding dengan varietas Kartika. Mutu fisik biji diamati dengan cara membelah secara melintang 100 buah kopi yang telah berkembang penuh dan diulang sebanyak 5 kali, kemudian dihitung persentase biji normal, biji tunggal, biji triase, biji hampa dan biji gajah. 

Ketahanan terhadap penyakit karat daun pada penanaman dengan ketinggian > 1000 mdpl tergolong kategori tahan, sedangkan penanaman pada ketinggian < 1000 mdpl termasuk kategori agak rentan. Pola budidaya pada seluruh wilayah penanaman belum menggunakan pohon pelindung/naungan dan pemupukan tidak dilakukan dengan tepat sehingga umur produktif tanaman tidak lama dan cepat meranggas. Untuk mengurangi serangan penyakit karat daun sebaiknya pola budidaya tanaman menggunakan pohon pelindung/naungan dan tetap memperhatikan pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman . Pengawasan Penyebaran dan peredaran benih kopi varietas Sigarar utang perlu dilakukan oleh instansi terkait dalam hal ini oleh Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan. Untuk mendukung legalitas dan kualitas mutu benih perlu dilakukan sertifikasi pada biji maupun bibit yang akan disalurkan .

Sumber : 1. Hulupi, R (2002). Laporan Identifikasi dan karakterisasi kopi arabika Sigarar utang, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
2.Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia , (2005). Varietas Kopi Arabika dari Sumatera Utara ” Sigarar utang”


Sumber  :   http://ditjenbun.deptan.go.id

Monday, March 28, 2011

Perintisan Industri Kopi Rakyat di Tapanuli Utara, MengapaTakut


Pohon Kopi Arabica Batak (Kopi Sigarar Utang 
atau Kopi Lintong) tumbuh subur di Silantom Julu, 
Pangaribuan, Tapanuli Utara, Northern Sumatra,
Indonesi
ditulis oleh : 
Parlin Pakpahan


Kopi bagi mayoritas petani di Tapanuli Utara atau Tanah Batak pada umumnya adalah sumber ekonomi utama setelah padi dan haminjon (kemenyan). Tak perlu diragukan lagi bahwa tanaman kopi tumbuh dan berkembang sangat baik di Tanah Batak.

Data dari BPS setempat mengungkapkan luas kebun kopi di Tapanuli Utara adalah 14.934,50 Ha dengan hasil 9755,25 ton per tahun. Perluasan areal perkebunan kopi dalam rangka peningkatan produksi masih terbuka lebar dengan memanfaatkan lahan tidur yang masih sangat luas di daerah ini.

Meski kontribusi kopi cukup besar terhadap PDRB setempat, pada kenyataannya tataniaga kopi belum diatur sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Apakah harga kopi di Tapanuli Utara ditentukan pasar ? Faktanya, Tidak. Yang jelas, tengkulaklah yang paling dominan dalam perniagaan kopi di Tapanuli Utara dan Tanah Batak pada umumnya. Tak heran, merekalah yang menentukan harga kopi di Pasar. Petani kopi tak berdaya mengatasi harga oligopoli tengkulak ini. Sementara harga sarana produksi seperti pupuk, obat pembasmi hama dan lain -lain tak bisa didikte.

Pupuk bersubsidi ? Sangat rentan terhadap manipulasi dan terbukti hanya sebagian kecil saja yang sampai ke tangan petani. Supervisi penyaluran pupuk bersubsidi dari pemerintah yang berwatak korup adalah sebuah harapan yang sangat mahal di Bonapasogit (tanah batak) ini.

Dalam posisi tawar yang sangat lemah seperti itu, akhirnya yang terpenting bagi petani Tapanuli Utara adalah kopi mereka dapat terjual kepada para tengkulak, berapa pun harganya.

Hanya sebagian kecil saja dari kopi rakyat di Tapanuli Utara yang mampir ke rumah-rumah industri. Itu pun terbatas dan pengolahannya sederhana sekali. Setelah disortir apa adanya, kopi pun dimasukkan ke alat penggorengan berupa tabung silinder yang diputar manual di atas kayu bakar. Atau lebih banyak lagi yang hanya “disaok” (digongseng) di atas wajan atau kuali. Kemudian setelah digiling halus dengan mesin portabel murahan buatan Cina, kopi rakyat itu dikemas dalam bungkus plastik mulai dari harga Rp 5.000–Rp 20.000. Dan kemasan itu di bagian penutup cukup dipress dengan api lilin.

Apa daya. Peredaran kopi rakyat tak bermerk seperti itu terbatas di daerah produksinya masing-masing. Tak ada standarisasi mutu di sini. Taste produk beranekaragam, meski jenis kopinya sama. Rasa Kopi Sipoholon akan berbeda dengan rasa Kopi Sipahutar. Rasa Kopi Pangaribuan akan berbeda dengan Kopi Siborongborong dst. Siapa yang unggul ? Tidak ada.

Melihat kenyataan bahwa kopi adalah salah satu sumber ekonomi utama di Tapanuli Utara setelah padi dan kemenyan, maka tantangan utama saat ini bagi siapa pun di Bonapasogit adalah menata kembali tataniaga kopi. Regulasi yang diperlukan tentu adalah regulasi yang dapat memulihkan posisi tawar para petani. Ini tantangan tersendiri bagi pemerintah setempat. Semakin jauh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dari urusan ini, maka itu hanya menunjukkan ketidakbecusan mereka dalam mengembangkan perekonomian rakyat di Bonapasogit.

Letak geografis Tapanuli Utara yang beribukota di Tarutung sesungguhnya tidaklah menjadi masalah. Tarutung, jelas pintu gerbang untuk Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara. Ke arah pantai timur menuju Medan telah ada pintu gerbang yang dapat menjembatani perniagaan Kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat yaitu Pematang Siantar. Bulshitt, kalau ada pendapat yang mengatakan letak geografis seperti ini tidak menguntungkan. Sejak missionaris Nommensen masuk ke tanah batak 150 tahun yg lalu pun, Tarutung telah menjadi pusat niaga di tanah batak. Jadi tak ada yg perlu dipermasalahkan dengan letak geografis Tarutung City ini.

Dalam rangka perintisan industri kopi rakyat di Tapanuli Utara, langkah pertama yg perlu dilakukan adalah memotong rantai niaga yang tidak efisien selama ini, yaitu dengan membangun Terminal Agro di Tarutung yang dilengkapi Pusat Informasi Pasar yang terkoneksi ke seluruh Sumatera dan Indonesia bahkan dunia. Mengapa takut ? Kopi, Haminjon (Kemenyan), Kayu Manis, Nenas, Cacao dll di Tapanuli Utara kan surplus. Hanya saja, karena tak terkelola dengan baik dan didominasi habis tengkulak di tengah jalan. Maka terlihat seakan Tapanuli Utara minus. Inilah bentuk “penyesatan niaga” yang tak pernah disadari oleh siapa pun di Tapanuli Utara.

Simultan dgn itu, pemerintah setempat melalui instansi terkait yg menangani perdagangan sudah saatnya mengundang para pengusaha nasional untuk menjembatani Fair Trade antara Petani Kopi Tapanuli dgn para buyers di Eropa & USA.

Pemerintah setempat harus mampu menjelaskan kepada siapa pun bahwa Kopi Rakyat Tapanuli yg lebih dikenal dengan nama Kopi Sigarar Utang (Pembayar Utang) atau Kopi Ateng yg mendominasi lahan perkebunan kopi di daerah ini adalah salah satu produk unggulan Tapanuli bahkan nasional, sebagaimana direlease pemerintah dgn resmi 4 tahun lalu.

Kopi Sigarar Utang bukanlah bahan baku pembuat mesiu seperti yang selama kuranglebih 20 tahun terakhir ini disesatkan oleh para pengusaha tak bertanggungjawab kepada para petani kopi di Tapanuli & Tanah Batak pada umumnya.

Kopi Sigarar Utang yg di Dunia Barat dikenal sebagai Lintong Coffee ini adalah salah satu jenis Kopi Arabica terbaik di dunia.

Dalam kontes kopi di Amrik tahun 2007 lalu, kopi berpostur pendek seperti Ateng si pelawak ini berhasil memperoleh skor tertinggi yaitu 86. Sementara kopi lainnya seperti Kopi Toraja, Kopi Lampung dll hanya memperoleh skor 80-82.

Kopi Sigarar Utang pertamakali dirintis pembudidayaannya (awal 1980-an) di Lintong ni huta, sebuah desa di Humbang Hasundutan yang berbatasan dengan siborongborong Tapanuli Utara. Nama Lintong inilah yang kemudian menjadi nama beken Kopi Sigarar Utang di Dunia Barat.

Starbuck Raja Kopi Amrik mencatat citarasa kopi ini dengan kalimat hebat : Kopi ini aromanya sangat eksotis dgn aneka rasa herbal & rasa oranges yang lembut. Begitu kita minum badan pun terasa segar & lidah kita menikmati sensasi rasa yang cukup lama.

Kopi Arabica Batak (Kopi Sigarar Utang 
atau Kopi Lintong) dalam sentuhan
Espresso atau Kopi Hitam Manis
 
Kopi Arabica berpostur pendek yg begitu dipuja Dunia Barat ini — belasan tahun setelah diawali di Lintong ni huta — akhirnya tersebar merata di Tanah Batak. Dan saat ini lebih banyak dibudidayakan di Tapanuli Utara, terutama di Kecamatan Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Sipoholon & Siborongborong.

Mengapa kopi berpostur pendek ini disebut Kopi Sigarar Utang (Pembayar Utang) & juga disebut Kopi Ateng ?

Itulah hebatnya trick pedagang di Sumatera Utara. Sejak awal boleh jadi sudah ada semacam deal antara para akhli kopi yg merintis pembudidayaannya di Tanah Batak dgn para “Cukong” untuk memproklamirkan kopi yang nilai komersialnya dimotivasi Pasar Dunia Barat yang selalu haus akan Kopi Arabica ini sebagai sejenis kopi khusus yang hanya digunakan untuk bahan baku mesiu & bukan untuk dikonsumsi. Sungguh pembodohan yg luarbiasa jahat & hebatnya tak pernah ada pelurusan informasi barang seinci pun dari pemerintah setempat. Yang terjadi justeru pembiaran berlarut hingga sekarang.

Ketika jenis Kopi Arabica yang sangat spesial ini pertamakali diperkenalkan (awal 1980-an), petani menanamnya dengan ragu-ragu. Tapi di perjalanan waktu karena setiap panen tak pernah tak laku terjual kepada para tengkulak, maka tanaman ini merambat dengan cepat ke seluruh Tanah Batak. Kopi jenis Robusta pun mulai tersingkir. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa Kopi Arabica Batak larismanis di pasar dunia.

Petani “senenkemis” di wilayah ini pun gembira. Mereka sungguh tertolong, karena Kopi Sigarar Utang tak pernah rewel. Tanah Batak ternyata habitat yang cocok untuknya. Tiap bulan terus menerus sepanjang tahun para petani dengan santai tinggal memetik buahnya saja dari tanaman istimewa yang sangat produktif ini. Begitu hasil panen terjual, maka utang mereka kirikanan pun terbayar. Itu yang terpenting.

Karena Sigarar Utang berpostur pendek, khas Arabica Tanah Batak, dengan tinggi max 2 m & jari-jari percabangan 1,5 m, maka nama pelawak Ateng yang berpostur pendek & jenaka itu pun dioper menjadi nama bekennya kedua yang juga sangat memasyarakat yaitu Kopi Ateng.

Adalah fakta bahwa tak pernah terdengar di Tanah Batak ini orang menyebut kopi itu dengan nama Kopi Lintong. Hanya para Eksportirlah dengan mitranya di Dunia Barat sana yang menamainya sebagai Lintong Coffee.

Buku Tapanuli Utara dalam angka mengungkapkan kuranglebih 65% dari total produksi kopi Tanah Batak berasal dari Tapanuli Utara. Dan kuranglebih 70% total produksi kopi Sumatera Utara berasal dari Tanah Batak.

Karakteristik Kopi Arabica Batak ini adalah : Tumbuh dengan baik pada elevasi 700-2000 m dpl; derajat keasaman tanah (Ph) 5,5-6,5; jarak tanam yang ideal yaitu dalam baris 2 m & antar baris 3 m (dgn pola ini, dalam lahan seluas 1 Ha akan dapat ditanam sebanyak 1.600-1.700 pohon); mulai berbuah pada umur 20 bulan; apabila dipelihara intensif, maka pada umur 3 tahun akan menghasilkan kuranglebih 1 kg buah kopi per pohon setiap bulan; kopi ini akan berproduksi terus-menerus sepanjang tahun; batas usia produktif cukup panjang yaitu 8 thn.

Sampai dengan September 2010 ini tercatat harga kopi per Kg dari Petani ke Tengkulak pada kisaran Rp 10.000-14.000, dari Tengkulak ke Saudagar Besar Rp 30.000-40.000; dari Saudagar Besar ke Eksportir Rp 60.000-70.000 & dari Eksportir ke para Buyers di Eropa & Amrik Rp 100.000-110.000.

Setelah sampai di tangan para saudagar besar, barulah kopi ini disortir kembali & dilepas kulit keduanya sesuai standard Eropa-Amrik. Setelah kering betul & sudah layak disebut sebagai Roaster Coffee, kopi roaster ini selanjutnya disalurkan kepada para eksportir untuk kemudian dikirim kepada para pelanggan di luar negeri.
Dalam rangka membangun image tanah batak, sebaiknya ke depan nama Kopi ini diubah permanen menjadi Kopi Batak & bukan lagi Kopi Sigarar Utang, Kopi Lintong atau Kopi Ateng.

Melalui sisipan tersebut di atas dapat kita lihat betapa naifnya pemerintah setempat yg telah mengabaikan regulasi tataniaga kopi & tidak melakukan improvisasi apa pun selama belasan tahun. Dan Betapa butanya petani kopi di Tanah Batak lantaran ketidakbecusan ini. Jadi untuk mudahnya, simultan dgn langkah pertama, perlu segera diperpendek rantai niaga tersebut. Biarlah para petani terhubung langsung dengan para buyers di luar negeri dalam jalinan niaga yg disebut Fair Trade melalui fasilitas Terminal Agro yang tidak bisa lagi ditunda pembangunannya itu. Apabila perlu Perusahaan Daerah sendirilah yang menjembataninya. Tapi tentu disertai catatan Perusda tsb harus disiapkan secara matang terlebih dahulu agar benar-benar profesional untuk mengamankan kepentingan tersebut.

Langkah kedua adalah mendatangkan mesin-mesin pengolah kopi. Rakyat saat ini perlu mesin industri berupa alat Pengering, Penggoreng dan Penggiling Kopi. Pemerintah setempat bertanggungjawab mengundang Pengusaha-pengusaha Nasional atau Lembaga-lembaga Penjamin yg terpanggil untuk itu. Kemudian pemerintah setempat menjembatani kerjasama mereka dengan pihak perbankan untuk menyalurkan dana kepada warga terseleksi dengan sistem kredit yang terjangkau dan masuk akal.

Mesin-mesin industri madya berteknologi tepatguna dengan kapasitas produksi 100-200 Kg seperti itu bisa dipesan dari ITB, ITS,Unibraw dll. PT Maxindo Utama di Malang Jawa Timur misalnya. Perusahaan perakit mesin agro ini menjual mesin penggiling kopi hanya Rp 50 juta per unit. Bagi Putera Bonapasogit yg tebal pundi-pundinya seperti DL Sitorus, Tarnama Sinambela dst.... dst. Apa sih arti uang recehan seperti itu. Tinggal Goodwill dan keperdulian mereka saja yang penting. Tapi ini pun disertai catatan jangan tunggu bim salabim yang takkan pernah menjadi kenyataan atau tunggu wahyu dari roh leluhur. Artinya pemerintah setempat yg memiliki wewenang khusus dalam penetapan kebijakanlah yang harus berimprovisasi di sini untuk mengundang mereka dgn cara yang layak & terhormat.

Langkah ketiga. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa taste produk kopi rakyat beranekaragam tidak keruan ibarat plasma nuftah di belantara Bukit Barisan dan konsumen pun kebingungan, maka tidak perlu tunggu ini dan tunggu itu. Yang diperlukan di sini adalah memfasilitasi teknik dan/atau seni pengolahan kopi. Apakah kopi bubuk ala Brazil, Eropa atau USA ? Ala Portugis misalnya, penggorengan kopi dilakukan dengan dilapis mentega terlebih dahulu dan bahan-bahan lain yang diperlukan yang akan menambah citarasa kopi bubuk yang dihasilkan.

Di Pangaribuan, salah satu kecamatan di Tapanuli Utara, ada seorang Pengrajin Kopi Bubuk yang begitu kreatif meracik kopi dengan membubuhkan kayu manis dalam penggorengan tradisionalnya. Rasanya ? Tak kalah dengan kopi bubuk Kapal Api, Singa, Naga Sangihe dll....
Seiring dengan langkah ketiga ini, juga penting untuk segera dilakukan pembelajaran keluar daerah. Bisa ke Toraja, ke Bali, ke Lampung, ke Gresik dan Sidoarjo Jawa Timur, termasuk ke luarnegeri seperti Timor Leste, Brazil dan pusat Starbuck di USA. Dengan seleksi ketat, cukup 5-10 orang saja yang dikirim dan mereka inilah nanti yang menjadi Tutor Andal di Bonapasogit. Melalui langkah ketiga ini kelak akan dihasilkan formula kopi bubuk khas Tapanuli Utara.

Biji Kering Kopi Arabica Batak 
(Kopi Sigarar Utang atau 
Lintong Coffee) asal Pangaribuan, 
Tapanuli Utara,Northern 
Sumatra, Indonesia
Tentang kemasan produk ? Mengapa takut. Velg mobil merk Firelli yang mahal itu misalnya. Jangan terpukau dulu. Itu hanya sebuah merk. Sebuah image yang dibangun lama oleh seorang Italia bernama Firelli. Pabriknya ? Hanya dari rumah ke rumah saja alias Home Industry. Tapi ada standarisasi mutu. Kita pun bisa begitu. Dari rumah ke rumah. Tapi begitu menjadi produk. Kemasan seragam dan mutu seragam. Siapa sangka. Ha … ha … Sadarlah hai kawan, bukankah rakyat itu sendiri adalah Pabrik Besar asal terorganisir. Mengapa Takut.
 
Perintisan industri kopi rakyat di Tapanuli Utara tidak bisa lagi ditunda. Lupakan negeri mimpi. Lupakan para penyanyi cengeng yang menangisi cinta. Lupakan Sby dgn segala permasalahannya. Lupakan rembulan jatuh ke pelukanmu. Tapi tataplah rakyat di Bonapasogit ini. Tatap mereka. Mereka orang-orang yang mau maju tapi terpinggirkan & tertindas oleh rantai niaga yang jahat & berdarah.

Tarutung City, Sept 12, 2010.

Sumber  :http://ekonomi.kompasiana.com/